Thursday, March 22, 2007

Biofuel atau Pangan

Dunia mengalami peningkatan konsumsi bahan bakar yang sangat tinggi. ironisnya konsumsi ini justru banyak dilakukan oleh Negara-negara maju yang jelas-jelas miskin sumber daya fosil. Untuk mengatasinya, maka saat ini marak sekali penelitian dan penggunaan biofuel/bioenergi yang dihasilkan dari tanaman yang dapat diperbaharui dan lebih ramah lingkungan.

Banyak jenis tanaman yang dapat diolah menjadi biofuel ini, antara lain bunga matahari, tanaman jarak, kelapa sawit, juga ubikayu. Kebutuhan akan bahan bakar ini membuat para ahli beramai-ramai mengembangkan tanaman-tanaman yang potensial untuk dijadikan bahan bioenergi.

Kebutuhan akan biofuel/bioenergi ini juga tidak lepas dari perhatian pemerintah juga perguruan-perguruan tinggi. Bahkan sudah ada perguruan tinggi ditanah air yang memproduksi bioenergi untuk konsumsi. Selain itu pemerintah juga merespon kebutuhan ini dengan menggalakkan penanaman jarak juga dengan peraturan daerah mengenai penanaman komoditas tertentu dalam rangka biofueli ini, untuk derah-daerah tertentu.

Dilema klasik

Dilain pihak Indonesia masih bisa dikatakan rawan pangan terlihat dari sulitnya mendapatkan bahan pangan juga terlihat dengan tingginya harga pangan pokok seperti beras. Upaya diversifikasi pangan juga tidak mengalami kemajuan yang berarti, karena sebagian masyarakat masih memilih beras sebagai bahan pangan pokok.

Penggunaan lahan pada akhirnya akan menjadi pilihan yang sulit, disatu sisi ingin memenuhi kebutuhan pangan dengan keuntungan yang minimal, kita tahu betapa pemerintah tidak pernah bersungguh-sungguh berpihak pada petani padi. Disisi lain ingin mendapatkan keuntungan yang lebih baik dengan menanam tanaman sumber biofuel.

Ini adalah dilema klasik, apa yang mau didahulukan, keuntungan atau pangan? Kesalahan dalam merumuskan hal ini akan berakibat fatal bagi keberlangsungan dan pola pertanian kita kedepan.

Sudah bukan rahasia lagi bila Indonesia mengalami masalah pangan yang tidak selesai. Panen raya terjadi tapi kekurangan pangan juga terjadi, kenapa hal ini bisa terjadi? Inilah pertanyaannya. Operasi pasar juga telah dilakukan lalu efektifkah?? Apakah kelangkaan pangan atau naiknya harga bahan pangan sudah bisa diatasi? Ternyata kedua hal ini juga tidak tercapai, kenapa?? Pasti ada yang tidak tepat. Pemerintah memberlakukan kebijakan impor beras pada saat yang tidak tepat yakni pada saat panen. Kemudian masalah distribusi yang tidak merata. Daerah yang panen tidak mampu mendistribusikan hasil panennya sehingga harga gabah jatuh. Tapi daerah yang kekurangan pangan tidak mendapat pasokan sehingga harga melonjak. Selain itu tidak adanya substitusi bagi beras membuat beras menjadi komoditas yang rentan terhadap perubahan harga. Lalu bagaimana? Apakah kita cukup menggalakan tanaman pangan saja atau bagaimana?

Apakah kita tidak memerlukan energi alaternatif untuk kedepannya? Apakah cadangan energi migas kita mampu mencukupi kebutuhan energi dalam negri untuk 10 tahun mendatang atau 20 tahun mendatang? Lalu bagaimana bila habis?

Solusi Islam

Dalam islam pangan dan energi (fuel) adalah hal yang menjadi perhatian pemerintah. Pangan menjadi salah satu kebutuhan pokok tiap warga Negara yang menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhinya. Saking pentingnya hal ini maka khalifah Umar bin Khatab pernah memanggul sekarung bahan pangan untuk diberikan pada rakyatnya yang kelaparan. Sehingga dari hal ini maka jelaslah bahwa islam mementingkan perkara pangan ini.

Pangan dalam islam tidak melulu beras, tapi apa saja yang mampu memenuhi keperluan gizi. Bisa berupa gandum, beras, ubi, atau sekedar kurma. Namun pemenuhannyalah yang penting, bukan bentuk pangannya. Ini bisa menjadi solusi altenatif persoalan pangan Indonesia yang memiliki berbagai sumber pangan

Lalu bagaimana dengan persoalan energi. Untuk energi (fuel) yang bersumber dari bumi kaum muslimin (barang tambang), maka pemiliknya adalah seluruh kaum muslimin, bukan Exxon, Pertamina, Baker Oil atau yang lain. Pengelolaanya dilakukan oleh Negara, tidak diserahkan kepada swasta baik dalam bentuk kerjasama, kontrak maupun yang lainnya. Sehingga sumber energi fosil ini dikuasai dan dikelola oleh Negara untuk kepentingan ummat. Dengan pengelolaan seperti ini, maka penggunaan energi akan efektif. Untuk Negara lain maka mereka diperbolehkan untuk membeli energi dari Negara.

Sedangkan untuk energi alternative, maka Negara mendorong dilakukan penelitian dan pengembangan untuk energi alaternatif ini. Dengan catatan penanaman tanaman sumber energi tidak mengurangi areal penanaman tanaman pangan. Bahkan lebih baik bila yang ditanam adalah tanaman pangan tapi juga dapat di jadikan sebagai sumber biofuel seperti ubikayu.

Dengan sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia sesungguhnya Indonesia tidak akan kekurangan pangan juga energi, selama pengelolaan yang dilakukan adalah pengelolaan yang tepat. Selama ini yang menghabiskan cadangan minyak Indonesia bukan anak negeri ini namun justru orang-orang asing yang telah “membeli” kekayaan kita dengan limbah. Mungkin inilah saatnya bagi kita untuk kembali pada solusi yang paripurna, yang bukan saja telah teruji, tapi juga terberkati dengan khilafah islam tentunya.

Wallahu’alam bi shawab

No comments:

Post a Comment