perpindahan barang dan jasa selalu terjadi, baik di dalam negeri maupun antar ummat dan antar bangsa. dengan komoditas biasa dan sepele seperti sendal jepit sampai komoditas trategis dan penting seperti senjata dan bahan pangan.
pertukaran ini sayang nya saat ini tidak lagi mengacu pada pemenuhan kebutuhan mendasar manusia saja, namun lelbih jauh yakni menjadi sarana penjajahan dan ladang keuntungan bagi segelintir golongan tertentu.
WTO dan teman-temannya, sudah terbukti tidak mampu melindungi industri negara berkembang bahkan cenderung mematikannya, praktek dumping justru menghancurkan perekonomian negara lain, khususnya negara miskin. Kedaulatan suatu bangsa menjadi terancam ketika komoditas starategis dan penting seperti pangan telah tergantung dengan negara lain.
indonesia sendiri memiliki ketergantungan terhadap negara lain. ketika harga kedelai naik para pembuat tahu dan tempe menjerit, bahkan pedagangan gorengan ikut bingung. ketergantungan seperti ini dalam jangka panjang justru akan menjadi senjata makan tuan bagi negeri ini.
islam memiliki pandangan mengenai foreign trading ini, islam adalah mabda yang sempurna yang Allah turunkan kepada rasulnya Muhammad SAW. Foreign trading merupakan bagian dari politik ekonomi negara khilafah sehingga pelaksanaannya pun memerlukan payung yang kokoh yakni khilafah itu sendiri. Berbeda dengan perdagangan internasional saat ini yang berbasis kapitalis dan liberal serta bebas dari campur tangan pemerintah, maka perdagangan internasional dalam islam justru mendapat pengaturan dan pembatasan-pembatasan oleh negara.
Pembatasan dan politik perdagangan luar negeri islam dalam beberapa hal:
Pelaku. Asas yang berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme dimana mereka menjadikan asal komiditi sebagai asas. Pelaku bisnis dibedakan dengan status kewarganegaraannya yakni warga negara daulah : muslim dan kafir dzimmi, kafir mu’ahid serta karfi harbi. Hukum-hukum ini menyangkut pelaku bisnisnya. Jika seorang warga negara daulah melakukan perdangan ke luar negeri maka komoditasnya mengikuti hukum pemiliknya. Sehingga seorang kafir harbi yang melakukan jual beli dalam negeri daulah maka hukum komuditasnnya mengikuti pemiliknya.
Bagi kafir mu’ahid, maka pengaturannya ditetapkan berdasarkan perjanjian dengan negara asalnya, apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang tidak diperbolehkan.
Dalam hal ini seorang kafir harb tidak boleh memasuki negara daulah kecuali dengan ijin khalifah atau izin masuk khusus (paspor) dan memerlukan ijin lagi jika ingin menetap di dalam negara khilafah. Transaksi-transaksi komuditas yang dilakukan di dalam negeri diperbolehkan dengan ijin tersebut. Begitu juga jika warga negara daulah ingin bertransaksi di luar negri dengan produk-produknya diperbolehkan oleh negara khilafah.
Komuditas. Komuditas yang diperbolehkan untuk diperjual belikan adalah produk yang secara syar’i memang diperbolehkan untuk diperjual belikan. Bukan komuditas strategis seperti senjata misalnya karena Allah melarang kaum muslim tolong menolong untuk mengalahkan kaum muslim ”janganlah kalian saling tolong menolong dalam perkara dosa” (TQS. Al-maidah: 2). Sehingga kaum muslimin dilarang menjual senjata keluar dari negara khilafah.
Selain komoditas strategis masih dilihat lagi kepada siapa produk ini dijual, jika kepada pelaku bisnis/orang kafir yang secara de jure memerangi kaum muslimin diperbolehkan menjual makanan, pakaian perabot dan lainnya. Namun jika perdagangan dilakukan kepada orang-orang kafir yang secara de facto memerangi kaum muslimin maka tidak diperbolehkan sama sekali.
usyaar/cukai. Pada dasarnya tidak diperbolehkan pemungutan cukai atau bea masuk (musk) berdasarkan hadits berikut : ”tidaklah akan masuk surga, orang yang memungut bea cukai”. Kemudian sabda rasul ”tidaklah wajib atas kaum muslimin ’usyur’ namun ’usyur’ tersebut hanyalah kewajiban orang-orang yahudi dan nasrani”. Hal ini berkenaan dengan kaum muslimin dan kafir mu’ahid yang negara khalifah terikat dengannya. Berbeda hal nya kafir harb, maka negara mengenakan tarif atas barang yang mereka masukan kedalam negara khilafah sebesar tarif yang mereka kenakan terhadap pedagang warga negara khilafah. Hal ini membuat tiap perbatasan memiliki pos yang menjadi pintu yang mengawasi keluar masuknya orang dan barang dari dan ke dalam negara khilafah.
Sistem perdagangan internasional ini hanya bisa ditegakkan ketika sistem perekonomian yang diemban negara adalah sistem perekonomian islam juga.
wallahu 'alam...
tak ada solusi dari krisis ekonomi dunia ini atau krisis yg melanda negara kita kecuali hanya bermu'amalah dg cara islami.....
ReplyDeleteislam begitu lengkap.....semua telah di aturkan oleh Allah sang Maha Tau.....jadi cara apa lagi yg kita pilih selain dari pada pilihan-Nya???
ReplyDeleteWahh...kakak hebatyahh,bisa posting segini banyaknya.Saya berikan aplaus deh !
ReplyDelete[//]... aduh jadi malu :) sebenarnya ini artikel yang diperlukan untuk sesuatu, karena sayang ga dipake jadi ya diposting ajah hehe :) ...[//]
ReplyDeletesangat merindukan negara ini dipimpin oleh seorang khalifah...
ReplyDeleteini artikel yg sedang sy cari2, untuk bhn diskusi bulanan
ReplyDelete[//]... silakan senang bisa membantu, mudah2an sayah ga males nulis yang begini lagi ...[//]
ReplyDelete