Saturday, November 29, 2008

KAPITALISASI SUMBERDAYA ALAM DAN ENERGI (SDAE) DI KALIMANTAN

Pada saat ini kebutuhan akan sumber energi sangatlah vital. Energi dibutuhkan tidak saja oleh industri besar, kecil dan menengah, namun juga oleh rumah tangga dan fasilitas umum lainnya seperti rumah sakit. Namun disisi lain tingginya kebutuhan akan energi ini tidak didukung oleh supply yang memadai dan harga yang terjangkau.

Pada dasarnya sumber energi berasal dari alam biasa disebut dengan sumberdaya alam dengan kategori: sumberdaya alam tidak terbaharui dan sumberdaya alam yang terbaharui atau lebih sering disebut sebagai energi alternative atau botani.


Potensi Sumber Daya Alam dan Energi Kalimantan.


Kalimantan sebagai salah satu lumbung sumberdaya alam di Indonesia juga memiliki beberapa sumberdaya yang dapat dijadikan sebagai sumber energi, diantaranya adalah batubara, migas dan geothermal.

Batubara pulau Kalimantan memiliki cadangan 6,529 milyar ton (kementrian ESDM) hal ini berarti 61% cadangan batubara Indonesia berada dipulau ini, 38% dipulau sumatera dan sisanya tersebar diwilatah lain.

Minyak bumi. Kalimantan selatan memiliki potensi cadangan sebesar 101.974.400 m³ dan kaimantan timur memiliki cadangan minyak bumi sebesar 35,4 juta barel (ESDM, 2005). Seandainya saja harga minyak mentah saat ini adalah $ 50/barel maka Indonesia memiliki setidaknya 50x35,4 juta = $ 1.770.000.000 anggap saja $1 sama dengan Rp.10.000 maka jumlah kekayaan Indonesia dari cadangan yang ada dikalimantan timur saja sebesar 1.770.000.000 x 10.000 = Rp.17.700.000.000.000

Tidak hanya minyak bumi, Kalimantan juga memiliki cadangan gas alam sebesar 54,2 trilyun kaki kubik di pulau natuna dan 47,4 trilyun kaki kubik lagi yang tersebar di kaltim dan kalteng. Masih menurut kementrian ESDM untuk wilayah laut sejauh 4 – 12 mil kaltim memiliki cadangan yang mencapai 331,6 juta kaki kubik.

Untuk geothermal Indonesia memiliki potensi yang sangat besar mengingat banyaknya gunung vulkanik dinegeri ini, menurut pusat sumberdaya geologi, Kalimantan memiliki spekulasi nilai geothermal sebesar 45MWe. Semua ini adalah potensi sumber energi yang dimiliki Indonesia dan khususnya Kalimantan.

Disisi lain Kalimantan juga memiliki potensi lain yakni sebagai penyedia sumber energi botani atau terbaharui. Sumber energi botani atau bioenergi ini adalah dari CPO sawit. Kalsel sendiri memiliki 178.990 Ha kebun sawit dengan jumlah produksi dalambentuk CPO 214.778,32 ton pada tahun 2006 (Disbun Prop. Kalsel, 2006). Belum lagi ditambah dengan propinsi yang lain. CPPO sendiri selain digunakan sebagai pembentuk minyak goreng dan sebagainya juga digunakan sebagai bahan bioetal.

Dengan besarnya potensi sumber energi yang dimiliki pulau ini seharusnya kita tidak mengalami krisis energi, tapi kenapa kita masih mengalaminya? Beberapa hal dibawah ini menjadi penyebabnya.

1. dimilikinya sumber-sumber energi tadi oleh swasta. Sebagian besar (hamper semua) lading-ladang energi tadi dimiliki oleh swasta. Menurut kementrian ESDM untuk lading-ladang batubara yang ada di Indonesia dikuasai oleh 15 perusahaan yang terdiri dari perusahaan swasta nasional seperti PT. Bukit Asam, juga oleh perusahaan swasta asing lainnya seperti PT. AI, PT Adaro dan Kideco. Sedangkan BUMN dan BUMD hanya menjadi kontraktor bagian dari perusahaan besar tadi. Bahkan beberapa kontraktor local seperti yayasan dimiliki oleh TNI seperti YAMABRI. Belum lagi untuk lading migas, ada PT Badak NGL di Bontang dan Baker Oil di Balikpapan.

2. orientasi eksploitasi. Selama ini eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan dan diamini oleh pemrintah berorientasi profit. Besarnya jumlah produksi yang dilakukan semuanya bukan untuk pemenuhan energi dalam negeri namun untuk ekspor. Menurut BPS Indonesia adalah Negara no 12 dunia dalam jumlah produksi batubara, namun merupakan Negara no 2 dunia dalam mengekspornya. Hal ini karena 67,5% produksi batubara dijual pada pasar ekspor, begitu juga pada migas dan CPO tanpa memperhatikan lagi kebutuhan dalam negeri.

3. perundang-undangan yang memihak para kapitalis. Dengan undang-undang energi dan undang-undang penanaman modal asing justru semakin membuka peluang terjadinya kapitalisasi SDAE. Termasuk dengan kebijakan otonomi daerah,

4. konspirasi asing. Energi adalah hal yang vital dalam kehidupan industri dan rumah tangga. Amerika adalah konsumen terbesar energi berbahan fosil (migas) dengan total konsumsi 80% dari total produksi dunia (kompas). Bisa dibayangkan betapa boros dan konsumtifnya rakyat amerika terhadap energi. Untuk melindungi kepentingan rakyatnya pemerintah amerika harus menyediakan energi dalam jumlah banyak. Salah satunya adalah dengan memiliki ladang-ladang energi yang notebene berada di negeri kaum muslimin. Selain itu dengan dihembuskannya isu bioenegi yang murah dan ramah lingkungan juga memalingkan kaum muslimin dari potensi energi yang mereka miliki, sehingga kum muslimin berlomba-lomba menggunakan bioenergi. Bioenergi sendiri pada awalnya dicetuskan oleh orang barat dimana mereka memerlukan pasar bagi produk mereka.

Dampak kapitalisasi SDAE terhadap rakyat.

Kapitalisasi SDAE di negeri ini termasuk dikalimantan membawa berbagai dampak terhadap kehidupan masyarakat. Walhi menyebutkan setidaknya terdapat 2 dampak nyata pertambangan ini:

Terhadap lingkungan: adanya tambang-tambang yang tidak memperhatikan aspek amdal juga membawa kerusakan lingkungan. Pembukaan hutan sebagai areal perkebunan sawit juga berimbas pada daerah resapan air yang mempengaruhi kualitas air minum dan banjir. Hilangnya keaneka ragaman hayati yang menjadi kekhasan kalimantan dan lain-lain. Polusi udara dari debu pertambangan batubara, juga blasting (peledakan) yang berbahaya tidak saja bagi pekerja namun bagi kehidupan disekitarnya.

Terhadap kesejahteraan dan sosial masyarakat: Penggunaan jalan umum atau sungai sebagai jalan angkutan. Hal ini sangat mengganggu bagi pengguna jalan yang lain, menimbulkan banyak kecelakaan, merusak jalan dan jembatan. Selain itu timbulnya lokalisasi pada daerah-daerah tambang khususnya pada site-site yang berada ditengah hutan. Kemudian juga pada pertambangan batubara khususnya debu batubara berbahaya bagi kesehatan mulai dari ISPA sampai pada kelahiran cacat pada bayi.

Banyaknya dampak ini sangat tidak seimbang dengan pendapatan yang diterima oleh daerah. Tribun Kaltim menyebutkan untuk pertambangan batubara setiap perusahaan yang menambang dikaltim harus menyetor royalti kepada pemerintah sebesar 13,5% dari total produksinya. Dimana 13,5% ini masih harus dibagi dengan pusat. Untuk perusahaan PT. KPC saja membayar Rp. 300 T/tahun. Namun ternyata perusahaan tersebut tidak membayar royaltinya dang menunggak pada tahun 2007 sebesar Rp. 590.357.511.000. belum untuk perusahaan yang lain dan propinsi yang lain.

Menurut BPS, 2005. meski memiliki PDRB yang cukup tinggi dngan pendapatan perkapita 53,17 juta rupiah yang cukup tinggi namun jumlah masyarakat miskin tertinggi terdapat pada propinsi Kaltim khususnya pada kabupaten Kukar yang merupakan kabupaten terkaya setelah Riau.

Pengelolaan SDAE dalam Islam

Dalam islam sumber-sumber energi dikuasai oleh negara. Karena dia adalah barang miliki umum, seperti dalam hadits rasul:

”sesungguhnya manusia itu berserikat dalam 3 hal yakni api, air dan padang gembalaan”.

Hal ini menunjukkan bahwa sumber energi adalah milik umum. Sedangkan ekspoitasi atau penambangannya menjadi wewenang negara. Negara boleh bekerja sama dengan asing sebagai pekerja saja dalam ekspoitasinya. Sedangkan kepemilikan ladang-ladang energi sangat tergantung pada potensi cadangan energinya. Bila ladang energi tersebut memiliki cadangan yang banyak (dalam hadits dikatakan seperti air yang mengalir) maka ladang energi tersebut dimiliki oleh negara, namun bila cadangan energinya sedikit swasta diperbolehkan memilikinya.

Prinsip pengelolaan SDAE dalam islam adalah kesejahteraan. Artinya ekspoitasi/penambangan yang dilakukan adalah dalam rangka kesejahteraan ummat. Sehingga eksploitasi yang dilakukan hanya sebatas kebutuhan saja, bukan eksploitasi habis-habisan. Negara boleh menjual kepada negara lain, namun hal itu setelah kebutuhan dalam negeri tercukupi dan dan hasil penjualan tersebut digunakan untuk memenuhi belanja negara. Dengan prinsip seperti ini dengan cadangan energi yang sangat besar akan mampu mencukupi kebutuhan energi dalam jangka waktu yang lama.

Sedangkan energi alternatif atau bioenergi, tetap boleh dikembangkan. Namun prioritas energi alternatif adalah pemenuhan kebutuhan pangan terlebih dahulu. Sehingga tidak terjadi persaingan penggunaan CPO untuk minyak goreng dan untuk bioenergi.

4 comments:

  1. ya seep, nulis yang rajin ya nak :)

    ReplyDelete
  2. ini asli bukan hasil kopi apaste, kan ?
    *masih curiga* :D

    ReplyDelete
  3. [//]... warmorning dikau sungguh terlalu, meski males nulis bukan berarti ga bisa nulis, teganya hikss :(( ...[//]

    ReplyDelete