Monday, July 14, 2008

Feminisme dakwah

Feminisme didefinisikan sebagai suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan (diskriminasi) terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga serta tindakan sadar oleh perempuan dan laki-laki dalam mengubah keadaan tersebut. Namun pada dasarnya definisi feminisme ini sendiri senantiasa berubah tergantung sudut pandang dan realita sosio-kultural.


Feminisme memiliki berbagai wajah pada negeri ini, pada awalnya ide-ide feminisme ini disebut sebagai emansipasi. Emansipasi yang menuntut perbanyakan peran perempuan dalam semua sector khususnya ketika itu adalah pendidikan. Berikutnya ide feminisme ini masuk melalui slogan “Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG)” dimana yang dituntut dalam hal ini keterlibatan perempuan secara merata pada semua sektor dan bidang, sebagai focus utama adalah keterlibatan perempuan dalam pengambilan/penetapan keputusan tertinggi (baca—parlemen) dengan penetapan quota perempuan.


Secara alami perempuan memiliki karakter yang berbeda dari laki-laki, perempuan memiliki kesabaran dan kasih sayang yang sedemikian rupa. Tidak dapat dipungkiri pada semua gerakan, partai, kelompok apapun pasti melibatkan satu bagian/departemen/seksi/bidang/biro/divisi yang anggotanya adalah perempuan. Dan tidak sedikit dari gerakan-gerakan tadi (baik berbentuk politis, social kemasyarakatan atau dakwah islam sekalipun) yang mengandalkan rekrutmennya berbasis nisaa atau perempuan.


Karakternya yang pengertian, penyayang dan sabar membuat perempuan lebih mudah ditunjuki pada kebenaran. Buktinya setiap ada majelis ta’lim yang banyak pesertanya pasti ibu-ibu, atau seminar atau kegiatan lain. Secara statistic untuk di Indonesia rasio laki-laki : perempuan masih 1:1, bahkan di beberapa daerah jumlah pria masih lebih banyak dibanding perempuan seperti di Kalsel dan Kaltim.


Banyaknya gerakan yang menggantungkan basis rekrut dan pembesaran nama gerakan juga eksistensi gerakan mereka kepada perempuan inilah yang tanpa sadar justru menumbuhkan gerakan feminisme yang tersamar, bahkan pada gerakan-gerakan yang justru memperjuangkan islam secara ikhlas dan ingin menghapuskan feminisme itu sendiri.


Keinginan untuk menghidupkan dan menonjolkan nama gerakan kadang membuat kebijakan yang dikeluarkan tidak lagi menjaga kehormatan perempuan dan melindungi martabat perempuan. Besarnya potensi perempuan terkadang menjadi alasan dilegitimasinya suatu kebijakan yang justru tanpa sengaja mengeksploitasi perempuan, besarnya jumlah dan berkualitasnya kader perempuan dimanfaatkan untuk mendapatkan simpati masyarakat sehingga dalam acara pengumpulan dana (yang terkadang tidak syar’I atau tidak aman bagi perempuan), penyebaran opini, bahkan penguasaan suatu wilayah bagi gerakan tersebut mengandalkan perempuan (klo rekrut si sudah pasti) dan alasan klise lainnya adalah “ kan para bapak harus bekerja mencari nafkah” dan “bapak-bapak itu tidak perlu diperlakukan dengan lembut, kalau ga mau ya sudah ga usah dinego”. Hal tersebut membuat para perempuan yang juga memiliki keihklasan terhadap apa yang diyakini dan diperjuangkannya berbondong-bondong keluar rumah. Mengatur agenda, menyesuaikan jadwal bahkan lobi sana lobi sini untuk merealisasikan target.


Islam menetapkan bagi pria dan wanita sejumlah hukum yang harus dilaksanakannya. Baik sebagai hamba Allah, anggota masyarakat juga anggota keluarga. Hukum-hukum tersebut ada yang dibebankan kepada pria dan kepada wanita secara umum, namun ada juga hukum-hukum yang dibebankan pada pria saja atau pada wanita saja.


Allah bebankan kepada perempuan kewajiban utamanya ada didalam rumahnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, sehingga ketika dia menjalankan dengan optimal dan keihklasan Allah ganjarkan surga baginya. Disisi lain Allah juga wajibkan kepada wanita sebagai anggota masyarakat untuk menuntut ilmu dan amar ma’ruf nahiy munkar.


Allah bebankan kewajiban ini kepada perempuan bukan dalam rangka membingungkan perempuan namun justru dalam rangka meningkatkan derajat perempuan tersebut. Serangkaian hukum tersebut juga disertai dengan keutamaan-keutamaan dalam prioritas pelaksanaannya. Sehingga sudah sepatutnya perempuan tunduk pada walinya (sepanjang tidak pada kemaksiatan kepada Allah) dibanding tunduk kepada pimpinan organisasi atau pada target gerakan. Perempuan seharusnya juga harus lebih mempertimbangkan hukum allah dari sisi skala prioritasnya bukan langsung dengan semangat lobi sana lobi sini, lari kesana lari kesini, melakukan ini dan itu demi tercapainya target gerakan. Allah maha tahu urusan hambanya, Allah lah yang tetapkan kesulitan dan kemudahan bagi hambanya dan Allah jualah yang berikan pertolongan bagi perjuangan hambanya. Wahai perempuan pejuang agama Allah jangan sampai terkena bujuk rayu setan yang terkutuk, taatilah wali selama tidak bertentangan dengan hukum Allah, meski dengan ketaatan tersebut target tidak tercapai. Berhati-hatilah dengan perasaan bahwa dakwak/perjuangan tidak akan berjalan tanpa peran kita, karena hal ini akan membuat kita menjadi feminis dakwah. Pendakwah yang memperjuangkan islam tapi terjebak dengan pelanggaran-pelanggaran (yang seolah-olah sepele dan terlupakan) terhadap hukum islam.


Ya Robb tunjuki lah pada kami yang benar itu benar dan yang salah itu salah, tetapkan lah kami pada jalan mu, ridho’i kami dalam perjuangan kepada agama mu, ampunkan lah kesalahan kami, kumpulkanlah kami bersama para syuhada dan para nabi di surga Mu kelak. Amiin….

No comments:

Post a Comment